وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنْ الْمُسْلِمِينَ . وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ . وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata:”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat: 33-35).
Ayat di atas merupakan bekal utama bagi para aktivis dakwah di jalan Allah (dai), agar selalu semangat dan istiqamah, tidak pernah gentar dan getir, senantiasa menjalankan tugasnya dengan tenang, tidak emosional dan seterusnya. Ayat tersebut diletakkan setelah sebelumnya di awal surat Fushshilat Allah menggambarkan sikap orang-orang yang tidak mau menerima ajaran Allah. “Mereka mengatakan: hati kami tertutup, (maka kami tidak bisa menerima) apa yang kamu serukan kepadanya, pun telinga kami tersumbat, lebih dari itu di antara kami dan kamu ada dinding pemisah.” (Fushshilat: 5). Bisa dibayangkan bagaimana beratnya tugas dakwah jika yang dihadapi adalah orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran, tidak mau diajak kepada kebaikan, lebih dari itu ia menyerang, memusuhi dan melemparkan ancaman. Setiap disampaikan kepada mereka ajaran Allah, mereka menolaknya dengan segala cara, entah dengan menutup telinga, menutup mata, atau dengan mencari-cari alasan dan lain sebagainya.
Dakwah di jalan Allah adalah kebutuhan pokok manusia. Tanpa dakwah manusia akan tersesat jalan, jauh dari tujuan yang diinginkan Allah swt. Para rasul dan nabi yang Allah pilih dalam setiap fase adalah dalam rangka menegakkan risalah dakwah ini. Di dalam Al-Qur’an, Allah swt tidak pernah bosan mengulang-ulang seruan untuk bertakwa dan menjauhi jalan-jalan setan. Tetapi manusia tetap saja terlena dengan panggilan hawa nafsu. Terpedaya dengan indahnya dunia sehingga lupa kepada akhirat. Dalam surat Al-Infithaar ayat 6 Allah berfirman: yaa ayyuhal insaan maa gharraka birabbikal kariim? (wahai manusia apa yang membuat kamu terpedaya, sehingga kamu lupa terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?)
Dalam ayat lain: kallaa bal tuhibbuunal aajilah watadzaruunal aakhirah (sekali-kali tidak, sungguh kamu masih mencintai dunia dan meninggalkan akhirat) (Al-Qiyaamah: 20-21). Perhatikan bagaimana pahit getir yang harus ditempuh para pejalan dakwah. Sampai kapan manusia harus terus terombang-ambing dalam gemerlap dunia yang menipu kalau tidak ada seorang pun yang bergerak untuk melakukan dakwah? Di sini tampak bahwa tugas dakwah pada hakikatnya bukan hanya tugas para dai, melainkan tugas semua manusia yang mengaku dirinya sebagai hamba Allah –tak perduli apa profesinya– lebih-lebih mereka yang telah meletakkan dirinya sebagai aktivis dakwah.
Karenanya, persoalan dakwah bukan persoalan nomor dua, melainkan persoalan pertama dan harus diutamakan di atas segala kepentingan. Bila kita mengaku mencintai Rasulullah saw., maka juga harus mengaku bahwa berjuang di jalan dakwah adalah segala-galanya. Karena Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak saja mengorbankan segala waktu dan hartanya bahkan jiwa raganya untuk dakwah kepada Allah. Bagi mereka rumah dan harta yang telah mereka bangun sekian lama di kota Makkah memang merupakan bagian dari kehidupan yang sangat mahal dan berharga. Tetapi mempertahankan iman dan menegakkan ajaran Allah di bumi adalah di atas semua itu. Karenanya mereka tidak pikir-pikir lagi untuk berhijrah dengan meninggalkan segala apa yang mereka miliki. Mereka benar-benar paham bahwa iman dan dakwah pasti menuntut pengorbanan. Karenanya dalam berbagai pertempuran para sahabat berlomba untuk melibatkan dirinya. Mereka merasa berdosa jika tidak ikut terlibat aktif. Tidak sedikit dari mereka yang telah gugur di medan tempur. Semua ini menggambarkan kesungguhan dan kejujuran mereka dalam menegakkan risalah dakwah yang taruhannya bukan hanya harta benda melainkan juga nyawa.
Dakwah Adalah Tugas Yang Sangat Mulia
Ayat di atas dibuka dengan pernyataan: waman ahsanu qawlan. Ustadz Sayyid Quthub ketika menfasirkan ayat ini berkata: “Kalimat-kalimat dakwah yang diucapkan sang dai adalah paling baiknya kalimat, ia berada pada barisan pertama di antara kalimat-kalimat yang baik yang mendaki ke langit.” (lihat fii dzilaalil qur’an, oleh Sayyid Quthub, vol.5, h. 3121). Kata waman ahsanu Allah ulang di beberapa tempat dalam Al-Qur’an untuk menegaskan tingginya kualitas beberapa hal: Pada surat An-Nisa ayat 125 Allah berfirman: waman ahsanu diinan mim man aslama wajhahahuu lillaah (siapakah yang lebih bagus agamanya dari pada orang yang menyerahkan diri kepada Allah). Dalam Al Maidah ayat 50: waman ahsanu minallahi hukman (siapa yang lebih bagus ajarannya dari pada ajaran Allah). Dan pada ayat di atas: Siapakah yang lebih bagus perkataannya dari pada perkataan para dai di jalan Allah? Perhatikan semua ayat-ayat tersebut secara seksama, betapa tugas dakwah sangat Allah muliakan. Peringkatnya sangat tinggi, setara dengan kualitas hukum Allah dan penyerahan diri kepadaNya secara total.
Adalah suatu keharusan seorang dai, menyerahkan hidupnya kepada Allah swt. Ia tidak kenal lelah menjalani tugas-tugas dakwah. Pun ia tidak mengharapkan keuntungan duniawi di baliknya, kecuali hanyalah ridhaNya. Dalam Surat Yasiin ayat 21 Allah berfirman: “Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Toh kalaupun Allah membuka jalan rezeki baginya melalui jalan-jalan tak terduga “fadzaalika khairun ‘alaa khair“. Yang penting jangan sampai seorang dai orientasinya dunia. Sebab, bila seorang dai juga berorientasi dunia, kepada apa dia mau berdakwah, bukankah tema utama dakwah adalah ajakan untuk mempersiapkan diri menuju akhirat?
Berdakwah Dengan Amal
Ayat selanjutnya menegaskan pentingnya amal shalih: wa amila shaalihaa. Mengapa? Apa hubungannya dengan dakwah? Bahwa seorang dai jangan hanya ngomong saja, sementara perbuatannya jauh atau bahkan bertentangan dengan apa yang disampaikannya. Benar, bahwa perkataan dakwah adalah paling baiknya perkataan, tetapi itu kalau diikuti dengan amal shalih. Jika tidak, maka perkataan itu akan menjadi bumerang yang akan menyerang sang dai itu sendiri. Dalam Ash Shaf ayat 3 Allah berfirman: “Amat besar kebencian Allah, bila kamu hanya mengatakan tanpa mengerjakannya.”
Karenanya Rasulullah saw. tidak hanya berbicara, melainkan lebih dari itu seluruh perbuatannya merupakan contoh amal shalih. Allah swt. memberikan rekomendasi yang luar biasa dalam surat Al-Qalam ayat 4: “Dan sesungguhnya kamu (Mumhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Imam Ibn Katsir ketika menafsirkan ayat ini menyebutkan riwayat dari Aisyah ra.: bahwa akhlak Rasulullah saw. adalah Al-Qur’an (lihat Tafsir Ibn Katsir, vol.4, h.629). Dalam hadits-hadits yang diriwayatkan para ulama tidak semua berupa ucapan Rasulullah saw., melainkan banyak sekali yang berupa cerita para sahabat mengenai perilaku dan sikap Rasulullah saw. Banyak sekali hadits-hadits yang berupa ucapan pendek, to the point, tidak bertele-tele, mudah dihafalkan. Suatu gambaran betapa keberhasilan dakwah Rasulullah saw. adalah karena setiap yang diucapkannya langsung ada contohnya dalam bentuk amal nyata dari sikap dan akhlaknya yang sangat mulia.
Menampilkan Diri Sebagai Seorang Muslim Adalah Dakwah
Di antara ciri utama berdakwah kepada Allah, tidak saja mengamalkan ajaranNya dan menjauhi segala yang dilarang melainkan lebih dari itu menampilkan diri sebagai seorang Muslim di manapun ia berada, Allah berfirman pada ayat berikutnya: wa qaala innanii minal muslimiin. Dengan kata lain tidak cukup seorang mengamalkan Islam hanya dengan shalat, membayar zakat dan menjalankan haji, sementara dalam hidup sehari-harinya tidak mencerminkan Islam, misalnya ia tidak merasa berdosa dengan mempertontonkan auratnya di mana-mana, bergandengan tangan dengan wanita bukan istrinya di depan banyak orang, melakukan kemaksiatan, kezhaliman, korupsi, judi, perzinaan dengan terang-terangan. Anehnya, dia merasa malu untuk menampilkan Islam dengan sebenar-benarnya. Ia tidak merasa bangga sebagai seorang muslim. Bahkan Islam yang dipeluk digerogoti ajarannya sedikit demi sedikit, dengan sikap memperdebatkan prinsip-prinsipnya yang sudah baku, mencari-cari dalil untuk membangun keraguan terhadap kebenaran Islam.
Seorang aktivis dakwah sejati selalu bangga dengan identitasnya sebagai seorang muslim. Ia tidak takut menampilkan Islam sebagai pribadinya. Sungguh krisis umat Islam di mana-mana kini adalah krisis keberanian untuk menampilkan wajah Islam yang sebenarnya. Islam mengajarkan kedisiplinan, kebersihan, dan akhlak mulia, tetapi umat Islam di mana-mana selalu terkesan jorok, kotor dan beringas. Islam mengajarkan kejujuran, dan ketegasan dalam menegakkan hukum, tetapi penipuan dan korupsi justru merebak di tengah masyarakat yang mayoritasnya umat Islam. Mengapa ini semua terjadi? Bukankah orang-orang non-muslim sudah sedemikian jauh menampilkan dirinya sebagai bangsa yang bersih, disiplin dan lain sebagainya?
Benar, jika kemudian saya mendengar penyataan salah seorang muallaf : “Saya masuk Islam bukan karena umat Islam, melainkan karena kebenaran Islam. Seandainya umat Islam mampu menampilkan Islam dengan sebenar-benarnya, niscaya mereka akan berbondong-bondong masuk Islam.” Bahkan ada ungkapan yang sangat terkenal dan diulang-ulang hampir dalam setiap seminar di dalam di luar negeri: al-Islam mahjuubun bil muslimiin (kebenaran Islam terhalang oleh orang-orang-orang Islam sendiri). Perhatikan realitasnya, apa yang sedang berlangsung dalam diri umat Islam di mana-mana. Ya, kalau tidak berperang di antara mereka sendiri, mereka dizhalimi oleh pemimpinnya sendiri yang mengaku muslim.
Karenanya menampilkan Islam secara jujur dalam diri sebagai pribadi, dalam rumah tangga, dalam bermasyarakat dan dalam berbangsa dan bernegara adalah sebuah keniscayaan, dan menurut ayat di atas termasuk perbuatan yang sangat baik dan mulia. Oleh sebab itu pada ayat berikutnya Allah mengajarkan agar seorang dai selalu menyadari posisinya yang sangat mulia. Jangan sampai –karena suatu saat kelak menghadapi cobaan berupa munculnya orang-orang yang menolak dakwahnya dan lain sebagainya– ia kemudian emosional. Sehingga perkataannya lepas kontrol, lalu membalas cercaan mereka dengan cercaan. Atau lebih dari itu ia kemudian putus asa, lalu menjadi lesu dan patah arang. Akibatnya dakwah yang sangat Allah muliakan, ia lalaikan begitu saja.
Tidak, tidak demikian pribadi seorang aktivis dakwah. Seorang aktivis dakwah selalu menjiwai ayat ini: walaa tastawil hasanatu walas sayyi’ah. Benar, tidak akan pernah sama antara kebaikan dan keburukan. Kata-kata dakwah tetap lebih mulia dari kata-kata pencerca. Pertahankan kata-kata yang baik itu untuk terus menghiasi lidah sang dai. Jangan sampai terpengaruh emosi para pencerca lalu ditukar menjadi cercaan pula. Karenanya Allah ajarkan konsep: idfa’ billatii hiya ahsan, balaslah dengan ucapan yang lebih baik dan dengan cara yang lebih baik. Kata ahsan juga diulang pada ayat lain: wajadilhum billatii hiya ahsan, suatu sikap yang harus selalu menghiasi pribadi seorang dai setiap saat dan di manapun ia berada, lebih-lebih saat menghadapi penolakan, cercaan dan makian. Di saat seperti itu seorang dai, harus benar-benar tampil sempurna, bijak dan tenang. Mengapa? Sebab ia membawa misi Allah Yang Maha Perkasa. Maka ia harus selalu yakin dan percaya diri dengan posisinya. Tidak usah minder apalagi rendah diri.
Bahkan pada ayat selanjutnya Allah mengajarkan agar ia selalu tampil dengan penuh persahabatan, sekalipun mereka mencerca dengan penuh permusuhan. Perhatikan bagaimana Allah mengajarkan cara berdakwah yang efektif, di mana kemudian cara ini menjadi salah satu pilar utama dalam ilmu komunikasi modern. Setelah itu Allah menegaskan bahwa untuk itu semua seorang dai tidak cukup hanya dengan bermodal semangat, melainkan lebih dari itu harus mempunyai sifat sabar dan selalu memohon kepada Allah agar mendapatkan nasib yang baik, di dunia dan di akhirat. Tanpa sifat sabar dan doa untuk memperoleh nasib yang baik, segala proses akan menjadi sia-sia. Sebab segala kemenangan tidak akan pernah dicapai tanpa pertolonganNya.
englis for dakwah
ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين. ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي
بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم. وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم
Who better words than those who call to Allah, do righteous deeds and says: "Truly I am of those who have surrendered." And not just good and evil. Repel (evil) with a better way, then suddenly one of you and there is enmity between him seemed to have become a very loyal friend. The properties are good but it was not granted to those who are patient and not given it to people who have great luck. (Fushshilat: 33-35).
The above verse is the main provisions of the missionary activists in the way of Allah (dai), to keep the spirit and stay istiqomah, undaunted and never bitter, always carry out their duties with a calm, unemotional and so on. The verse was placed after the initial letter of Allah describes the attitude Fushshilat people who do not want to accept the teachings of God. "They say: Our hearts closed, (so we can not accept) what you appealed to him, even our ears blocked, much of it between us and you have walls." (Fushshilat: 5). Can imagine how hard the task facing the mission if the people who do not want to accept the truth, do not want invited to the good, more than that he was attacking, hostile and threw threat. Each conveyed to them the teachings of God, they reject it in any way, either with closed ears, closed eyes, or with excuses and so forth.
Da'wah in the way of Allah is the basic human needs. Without a human mission would be lost road, far from the desired goal of God Almighty. The apostles and prophets that God selected in each phase is a treatise in order to uphold this mission. In the Qur'an, Allah Almighty never tired of repeating the call to duty and away from the streets of the devil. But man still carried away with passion calls. Deceived by the beauty of the world that I forget the Hereafter. In the letter Al-Infithaar verse 6 God says: yaa maa ayyuhal INSAAN gharraka birabbikal kariim? (O man what makes you be deceived, so you forget about your Lord the Merciful?)
In another verse: kallaa bales tuhibbuunal aajilah watadzaruunal aakhirah (not one, really you still love the world and left the Hereafter) (Al-Qiyaamah: 20-21). Notice how the bitterness that must be taken of the marchers mission. Until when man must continue to oscillate in the glittering world of deception when no one moved to do the mission? Here it seems that the task of preaching is essentially not only the task of the missionaries, but the duty of all men who claimed themselves as servants of God-no matter what profession, especially those who had placed himself as an activist mission.
Therefore, the problem is not preaching the second issue, but the first issue and must take precedence over any interest. If we claim to love the Messenger of Allah., It must also be admitted that the fighting in the street preaching is everything. Because the Prophet and his companions did not have to sacrifice all the time and treasure even body and soul to da'wah to Allah. For their homes and property they have built a long time in the city of Mecca is a part of life is very expensive and valuable. But keep the faith and uphold the teachings of God on earth is on top of all that. Therefore they did not think about it again to migrate, leaving all what they have. They really understand that faith and the mission would require sacrifice. Because of the various battles of the friends race to involve himself. They feel guilty if you do not actively involved. Not a few of those who died on the battlefield. All this illustrates the seriousness and sincerity in upholding their mission treatise that the stakes not only property but also life.
Da'wah is a noble task
The above verse opens with the statement: waman ahsanu qawlan. Ustadz menfasirkan Sayyid Quthub when this verse says: "The sentences are pronounced the mission is the best jump by a sentence, he was in the first row between the lines either up into the sky." (See fii dzilaalil qur'an, by Sayyid Quthub, vol.5, p. 3121). The word of God re ahsanu waman in several places in the Qur'an to emphasize the high quality of several things: In the letter al-Nisa verse 125 Allah says: waman ahsanu diinan mim aslama wajhahahuu lillaah man (who is a better religion than those who gave to God). In Al Maidah verse 50: waman ahsanu minallahi hukman (who's better than the teachings teachings of God). And in the verses above: Who is a better word than the words of the missionaries in the way of Allah? Consider all these verses carefully, how the task of preaching is God glorified. Ranked very high, equal in quality to the law of God and surrender to Him totally.
Is a necessity of a missionary, gave his life to God Almighty. He was tireless through mission assignments. He does not expect any worldly advantages behind it, but only ridhaNya. In a letter Yasiin verse 21 God says: "Follow those who ask no reward thee; and they are the ones who receive guidance." Yet if God opened the way for him sustenance through the streets of unexpected "fadzaalika khairun 'alaa khair". The important thing is not to a world missionary orientation. Because, when a missionary-oriented world, too, to what he wants to preach, preaching is not the main theme is an invitation to prepare yourself to the hereafter?
Berdakwah With Charity
The next paragraph stressing the importance of good deeds: wa amila shaalihaa. Why? What to do with propaganda? That a missionary should not only talk it, as much or even actions contrary to what he had to say. True, that the word propaganda is the best word, but if followed with good deeds. If not, then the word will become a boomerang that will attack the missionaries themselves. In paragraph 3 Ash Shaf Allah said: "It is most hateful of God, if you just say, without doing it."
Therefore the Messenger of Allah. not only talk, but more than that all actions are examples of good deeds. God Almighty. provides exceptional recommendations in surah Al-Qalam verse 4: "And thou (Mumhammad) really great virtuous character." Imam Ibn Katheer in his tafseer of this verse mentions the history of A'ishah.: that the character of the Messenger of Allah. is the Qur'an (see Tafsir Ibn Kathir, vol.4, h.629). In the hadith narrated by the scholars, not all of the Prophet saying., But there's a lot of stories of the Companions of the behavior and attitude of the Prophet. Lots of hadiths in the form of short words, to the point, straightforward, easy to memorize. A picture of how successful the Prophet preaching. is because every thing he said was an example directly in the form of real charity of attitude and conduct to use ruqyah very noble.
Showing Yourself As A Muslim is Da'wah
Among the main features of preaching to God, not just practice his teachings and away from all the banned but more than that present themselves as a Muslim, wherever he is, Allah says in the next verse: wa muslimiin minal qaala innanii. In other words, not enough of a practice of Islam is only with prayer, pay Zakat and perform Hajj, while in daily life does not reflect Islam, for example, he does not feel guilty by showing shame everywhere, holding hands with a woman not his wife in front of the lot people, doing disobedience, kezhaliman, corruption, gambling, adultery openly. Strangely, he felt ashamed to present Islam with truth. He did not feel proud as a Muslim. Even Muslims who embraced his teachings encroached gradually, with the attitude to debate the principles that have been fixed, searching for the proposition to build doubts about the truth of Islam.
A true missionary activists always proud of its identity as a Muslim. He does not fear Islam as a personal display. It crisis Muslims everywhere, now is the crisis of courage to show the true face of Islam. Islam teaches discipline, cleanliness, and noble character, but Muslims everywhere are always impressed filthy, dirty and violent. Islam teaches honesty, and firmness in upholding the law, but the fact of fraud and corruption rampant in a society that the majority were Muslims. Why is this happening? Are not non-Muslims have so far presented itself as a clean nation, discipline and so forth?
True, if later I heard one reverts revelation: "I converted to Islam not because of Muslims, but because the truth of Islam. If Muslims are able to display the Islamic truth, they will flock to Islam. "There was even a very famous phrase and repeated in almost every seminar on the outside of the country: Al-Islam mahjuubun bil muslimiin (the truth of Islam blocked by the Muslims themselves). Note reality, what is going on within the Muslim community everywhere. Yes, if you are not fighting among themselves, their own dizhalimi by leaders who claim Muslims.
Therefore Islamic view themselves as honest in private, in the household, in society and in national and state is a necessity, and according to the above verse, including a very good deeds and noble. Therefore in the next verse God teaches that a missionary was always aware of a very noble position. Do not let-because one day rise against the trials of those who reject his message and so forth-he then emotional. So that his words are out of control, and respond to their insults with insults. Or more than that he then despair, then became lethargic and broken charcoal. As a result of God missionary who was honored, he simply neglect.
No, not so personal an activist mission. An activist propaganda always permeates this verse: wala tastawil hasanatu walas sayyi'ah. True, there will never be the same between good and evil. The words still more noble mission than pencerca words. Keep the words good to keep to decorate the tongue of the storm. Do not get emotionally affected by the pencerca then converted into invective, too. Therefore God teach concepts: idfa 'billatii hiya ahsan, greet with a better speech and with a better way. Ahsan said also repeated in another verse: hiya ahsan wajadilhum billatii, an attitude which should always be personal decorating a missionary all the time and wherever he was, the more so in the face of rejection, insults and curses. At that time a missionary, should really be perfect, wise and calm. Why? Because he carried the mission of God is the Almighty. So he must always be sure and confident with his position. Do not have low self-esteem especially insecure.
Even in the next verse God teaches that he always appeared with a friendly, though they revile with hostility. Notice how God taught him how to preach effectively, where and how it became one of the main pillars of modern communication science. After that God insists that for all a missionary is not enough just to have capital spirits, but more than it should have the qualities of patience and always begged to God to get a good fortune, in the world and the Hereafter. Without the patient and the nature of prayer for good luck, all processes will be in vain. For all the victory will never be achieved without help.
No comments:
Post a Comment