Monday, November 2, 2009

Masih Mempunyai Kau

Masih Mempunyai Kau

Filed under: Cerita Pendek
INDRAMAYU seperti kehilangan induk, seperti anak yang tak pernah disekolahkan. Seperti yatim piatu, tak memiliki ibu juga ayah. Yang ia tahu hanya mencoba untuk bertahan hidup. Itu yang terlihat olehku saat aku melihat INDRAMAYU dipimpinmu, pak.
Tak ada kendali yang benar–benar kau kuasai, semuanya bisa dibilang kacau. Dan juga bisa dibilang PERFECT, sempurna untuk kematian Indramayu. Kenapa? tanyalah pada dirimu, sudahkah misi dan visi yang kau janjikan kepada rakyatmu terlaksana, berjalan dengan lancar, sudahkah anak buahmu menjalankan amanatmu dengan penuh hormat. Yang mereka tahu hanyalah uang dan uang, tak ada yang spesial dihati mereka selain benda serbaguna itu. Dimata mereka kau hanya seekor semut yang meminta tolong, itulah kau dimata mereka. Pernakah kau menyadari hal itu?.
Pernah tidak hal ini terjadi padamu?. Kau sama sekali tak bisa tidur, ditengah malam kau terbangun. Karena terdengar suara yang mengganggu telingamu. Suara yang sangat memilukan ”Aku lapar…aku lapar…”, ucapan itu tak berhenti menggoda gendang telingamu “Aku tak suka kau yang memimpin, kau tak sayang pada kami…”, suara lain menyahut. Pikiranmu mulai lari kemana–mana. Apakah pikiranmu lari kepada suatu permasalahan yang melanda daerahmu. Lalu apakah dipikiranmu terbesit untuk menyusun kehidupan mereka agar mereka dapat berteriak lebih bebas dan merdeka!. Teriakan minta tolong mereka lebih keras dari apa yang kau bayangkan.
Jalan–jalanlah kau ke pantai song, salamilah warga sana. Kemudian ciumi tangan mereka, kalau indera penciummu tidak aktif. Jilatilah tangan basah mereka, terasa asin bukan? Itulah sebagian suara yang telah memanggilmu. Penuh dengan keringat kerja keras. Menyesalkah Gubernur yang telah mengangkatmu tinggi–tinggi sampai–sampai kau tertawa geli menciumi singgasanamu sendiri, mereka tak akan pernah menyesal. Karena borokmu kau sembunyikan dipantatmu yang membuat kau selalu tak bisa tidur sehingga membuat teriakan MENDENGKUR disaat rapat dan sidang berjalan. Hingga bawahanmu tertidur pulas sampai mengeluarkan ocehan pedas tentang kesejahteraan Indramayu.
Aku hanya bisa melihat dari jauh, sejauh apakah aku?. Kau tak akan melihatnya, karena aku hanya anak kecil yang tak akan kau dengarkan ocehanku ini. Karena ingusku masih belepotan dibibir bisuku tanpa bisaku bersihkan. Seperti itukah kau juga pak?. Dulu katamu, sekarang sudah tidak. Disebabkan kau sudah lebih besar, lebih dewasa dariku. Lebih mengetahui kehidupan, lebih tahu yang benar dari yang salah dan yang salah dari yang benar.
Seharusnya itu yang kau praktekkan kepada Indramayu, kau ajari dia satu–persatu ilmumu. Seperti kau mengajari anak pertamamu, tentang kehidupan. Pak Yance, seperti apakah dirimu? aku tak akan tahu persis, karena aku tak akan pernah mengetahuinya. Aku hanya bisa tersenyum didepanmu, hanya untuk menutupi lukaku. Aku hanya bisa menangis dan tertawa selayaknya aku manusia ciptaan Tuhan. Karena itu aku memaklumi perbuatanmu yang ceroboh. Karena aku tahu kau juga ciptaan-Nya, yang tak bisa luput dari kesalahan dan apapun namanya itu. “Bercermin dirilah!“, hal ini yang biasa dianjurkan para ulama untuk orang–orang yang tersesat tapi tidak mengetahui bahwa dirinya benar–benar tersesat. Perbaiki dirimu pak, kesempatan tidak datang untuk kedua kali. Kecuali Tuhan sangat sayang pada dirimu.
Terutama soal pendidikan pak, aku sangat berharap kau berusaha semampu mungkin untuk persoalan ini. Aku sedikit kelelahan tentang pelajaran di sekolah, aku tak mampu untuk mencari uang. Pandanglah aku dari segi manapun, pak. Dari segi orang kaya, menengah umum, dan dari segi orang miskin. Agar tercipta keadilan dari segi manapun didiriku ini, pak. Seperti yang telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw kepada hamba–hambanya “Jadikan dirimu pemimpin yang ADIL“. Buat apa hiasan lampu di pinggir jalan, sedangkan yang membuat lampu itu bukan anak Indramayu sendiri. Buat apa sih hiasan lampu di pinggir jalan itu? untuk perhiasan kota. Agar Indramayu terlihat lebih cantik sedangkan Sumber Daya Manusia yang diperlukan sangatlah minim. Buang–buang duit saja. Buat apa membantu anak yang sudah cerdas melanjutkan sekolahnya, sedangkan anak bodoh tak diperlakukan seperti itu. Dia masih punya bakat lain pak. Dimisalkan saja dibidang seni, yang orang tuanya sama sekali tidak punya darah keturunan seni dan orang tuanya tak menyangka kalau anaknya bisa berbakat dibidang itu. Aku setitik dari yang bersuara, kaulah penentu segalanya. Tak menjadi apa- apalah aku bila tak kau dengarkan.
Tak mendengarkan omonganku yang tak terlalu mengubah segalanya yang telah terjadi. Kau seperti seekor semut yang sedang melolong. Tak jelas seperti apa bunyinya, karena kau semut. Indah sekali menjadi burung disangkar, tapi tak akan seindah mengepakkan sayap dan terbang. Bila kau ingin melakukan sesuatu lakukanlah dan ingat, pekerjaan anak buahmu yang harus selalu kau awasi. Karena semua orang perlu pengawas.Dan kau pengawas mereka.
Udara malam semakin dingin, tak bisa tidurkah kau sekarang pak?. Masih memikirkan hal yang akan terjadi padamu bila kau tak menolong saudaramu yang kelaparan, yang sampai sekarang masih meneriaki hak-hak mereka. Tidur pulaslah kau malam ini pak, minta isterimu untuk menina bobokan dirimu. Hapuslah hal yang masih membelenggu pikiranmu. Karena esok akan terjadi hal yang sama. Kau terbangun pagi–pagi sekali dan mengingat persoalan itu kembali. Persoalan yang tak akan ada habis–habisnya bila kau masih memimpin kotaku ini. Jujur aku bukan warga kota mangga ini, karena aku dilahirkan dan dibesarkan dikota hujan. Tapi aku punya hak suara disini, karena semua keperluan pendidikanku kumakan habis disini. Pak Irianto, sedikitlah mempertimbangkan soal kependidikanku. Kependidikan anak-anakmu yang menjadi panutan dalam kemajuan Indramayu. Jangan sampai kami menjadi kelinci percobaan dalam pembelajaran yang selalu berubah–ubah tiap tahunnya.
Bapak, dalam kesepianmu cobalah untuk berfikir bagaimana caranya memenuhi kebijaksanaanmu ini. Indramayu selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya itu, tapi selalu terhalang oleh orang yang telah memakan uang rakyat, memakan kejayaan Indramayu, memakan semua hak–hak yang seharusnya menjadi fasilitas Indramayu. Borokmu terlalu besar pak, nanti juga akan ketahuan nanahnya. Pecatlah langsung orang yang telah memakan uang rakyat. Walaupun itu adalah keponakanmu sendiri, karena itu adalah jalan satu–satunya yang membuat mereka terlihat terhormat didepan umum.
Laut masih biru, masih belum tercemar. Kapal–kapal masih berlayar dilautan. Masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Seperti hidup, pasti akan mengalami mati. Begitu pula dengan susah, pasti ada kemudahan dari kebahagiaan yang terselubung. Tinggal kau menatanya dengan baik kehidupanmu ini. Aku akan selalu tersenyum walau dalam keadaan apapun. Bila kau mengetahui aku termenung, itu pasti sesuatu hal yang terpaksaku lakukan agar membantu seseorang dalam menggapai kehidupannya. Kau tak akan pernah mengerti maksud dari perkataanku. Karena sampai sekarang, kau tak pernah melihatku walau hanya batang hidungku.
Kehidupan itu memang sulit bukan, sulit seperti minyak yang dicampur oleh air dan dipaksakan untuk menyatu–padu. Pak aku sudah kelaparan, Indramayu tidak mempunyai tangan ataupun kaki. Tak bisa selamanya menyuapi diri–sendiri. Dia harus meminta disuapi siapa? Baby sister–kah, tapi dia tak mempunyai uang. Karena uangnya telah dirampok oleh makhluk–makhluk yang tak bertanggung jawab. Selain kau siapa lagi, yang mengurusi?. Haruskah aku yang masih sekolah, yang sesosok bocah yang tak dikenal baik olehnya. Sedangkan disekolah, aku tak mendapatkan pembelajaran tentang mengurusi anak. Tapi mengapa teman–temanku yang lain bisa menghasilkan anak walaupun belum mengetahui cara mengurusi anak. Dan sekarang aku harus mengurusi Indramayu yang bukan anakku. Ada kau didepanku yang masih tertawa–tawa tentang masa jabatan. Tak maukah kau membimbingku sejengkal saja. Tentang aku, anak–anakmu, pemilihmu, rakyatmu, bawahanmu, saudaramu, dan Indramayumu. Kami harus menulusuri persimpangan yang mana. Sejengkal saja, beritahu kami agar kami tidak tersesat. Bimbing kami, demi keluargamu agar tetap sejahtera. Sedikit saja, timbul perasaan untuk membimbing kami. Perasaan itu tidak muncul dari orang lain, tidak dari partaimu tapi timbul dari dirimu–sendiri. Karena dengan itu, kau akan merasa lebih puas dalam membangun kota mangga ini.
Seperti halnya kau tertidur pulas dinina bobokan oleh isterimu yang molek. Walaupun kemudian kau terbangun lagi. Anggaplah perkataanku ini angin. Tak nampak dimata tapi dirasakan kulit. Walau kau tak mendengarkannya, tapi kau bisa rasakan. Betapa sejuknya angin ini menerpa tubuhmu yang gemuk karena borok. Kau tak akan sampai hati bukan? membiarkan Indramayu hancur dan kemudian gugur pelan–pelan selayaknya sang bunga yang tertanam ditaman. Umbelku masih meler, masih tak mempunyai lap untuk membersihkannya. Namun Indramayu masih mempunyai KAU.
KAU pemimpin kami, Bupati KAMI. Kami masih mengharapkanmu tentang hal ini, ini yang menyangkut semuanya. Walau borokmu hampir mengeluarkan ceceran nanah dan separuhnya darah kelelahan. Tidur yang nyenyak, pak. Karena masih ada hari esok untuk melihatku tersenyum manis. Tersenyum tanpa menyimpan luka dihati, ketidak puasan

No comments:

Post a Comment

Cari