Tuesday, October 20, 2009

sipitung

Si Pitung

Duduk di rume baca alQur’an Turun ke pekarangan maen pukulan

Batavia 1894

Empat pelor nembus di badan
Pondok Kopi tempat pengapesan
Tiga pelor waja satu emas beneran
Cuman kaja Pitung rebah doangan

Marunda Pulo tempat tujuan
Tapi dipegat kumpeni di jalanan
Schout Hijne punya pimpinan
Bawa pulisi bangsa selusinan

Pitung besar di Kebayuran
Lahir di Cikoneng Tangerang punya bilangan
Dari tahun 1896 punya hitungan
Dia sukanya maen di pesisiran

Marunda Pulo Kali Besar Bandengan
Pitung punya daerah rampokan
Duit keras dan permata emas-emasan
Dia jarah bersama Ji’ih bedua’an

Mak si Pitung ogah dimadu
Becere ama laki sudahlah kudu
Kampung Rawa Belong tempat dituju
Pitung pitik tumbuh bermain gundu

Kewajiban pokok mengangon kambing
Kalau gemuk jual di pasar zonder keliling
Nasib apes Pitung tuju keliling
Hasil jualan dirampas maling

Pitung takut pulang ke rumah
Pasti Mak sama Engkong pada marah
Kemayoran dituju dari Paal Merah
Ketemu Guru Na’ipin ahli tareqah

Guru Na’ipin murid Guru Cit Pecenongan
Langgar Gang Kingkit dia punya perguruan
Tarekat Betawi memang selalu berendengan
Sama maen pukulan dan kekebalan badan

Aturannya ini pegangan bela diri
Tak boleh digunakan buat jual aksi
Tapi Pitung amalkan fa’ie
Harta musuh halal buat urusan sabili

Itu jaman banyak pemberontakan petani
Tambun Ciomas Cilegon Condet Tana Tinggi
Petani tertindas perang sabil lawan kumpeni
Pitung ambil peran semacam bendahari

Hasil rampokan bukan dibagikan ke rakyat
Karena bukan jengkol bèwè atawa ikan sepat
Cuma ada satu jalan tolong rakyat melarat
Lawan Belanda dan kaki tangannya yang keparat

Satu kali Pitung tertangkap
Di bui Mester dia disekap
Mendengar Ji’ih dibunuh sebab diperangkap
Pitung loloskan diri dari penjara yang pengap

Demamg Kebayuran yang jadi cumi-cumi
Kepergok Pitung – berusaha lari
Pitung gak kasih jalan barang secenti
Demang mati – usus berarakan didodèt belati

Dung Indung Si Pitung mau tidur
Tidurnya lagi dipangkuan Emak

Pitung dalam perjalanan ke rumah sakit
Menyanyi terus-terusan
Nyanyian Mak menidurkan Pitung alit
Begitu kata Margriet van Teel ahli penelitian

Zegt Pitung – apa kowe minta yang pengabisan?
Schout Hijne bertanya di mobil ambulan
Tuak sama es Tuan
Goed – sebentar kita beli di jalan

Tuak sama es diminum pelan-pelan
Napas Pitung sudah sengal-sengalan
Gelas terjatuh tumpahkan sisa minuman
Pitung temui ajal di perjalanan

Pitung meninggal masih bujangan
Tanpa ratapan dan tangisan
Malah sesudahnya Hijne ketawa cekikikan
Ketika merayakan Pitung punya kematian

Tak jelas benar dimana Pitung dikuburkan
Kabarnya mayat dibelah empat potongan
Ditanam di Paal Tuju Depok dan Bandengan
Makanya dipotong sebab kumpeni kepikiran
Pitung hidup lagi en bangkit dari kuburan

Rancag Si Pitung sampe di sini
Pemberontak tunggal di negeri Betawi
Delapan tahun dia repotkan kumpeni
Sampai Snouck Hurgronye seorang ahli
Melapor Baginda Ratu ejek-ejek polisi
Tak bisa tangkap Pitung – main dukun orang Hindi
Minta pertolongan setan dan peri
Meski pun banyak kontroversi
Pitung jago dan pahlawan Betawi
Beda ama Jampang perampas orang punya isteri
Ketika Jampang digantung orang tak perduli

Mari angkat tangan sepuluh jari
Panjatkan do’a pada Ilahi Rabbi
Moga-moga Pitung diampunkan
Atas segala dosa dan perbuatan
Dan dimuliakan dia punya niatan
Bikin pembalasan atas penindasan

Name asli dari SI PITUNG

Name asli dari SI PITUNG...SEBUTAN LAEN : BABE adalah:RADEN MUHAMMAD ALI BIN RADEN SAMIRIN BIN RADEN ABDUL KHADIR BIN PANGERAN RADEN JIDAR (NITIKUSUMA KE-5)


Beliau lahir di petunduan palmerah pada tahun 1874 dan wafat pada tahun 1903 di bandenagan utara kecamatan penjaringan-JAKARTA,Beliau termasuk pahlawan BETAWI dalam melakukan perlawanan terhadap tuan-tuan tanah Cina dan Belanda.

Dalam perjuangannye si Pitung selalu menggunakan silatnye untuk Amarmakruf nahi munkar nyang berarti mengajak orang ke jalan kebaikan dan mencegah kesesatan.Jagoan BETAWI nyang sebenarnye JAGO punye sifat: jujur,tidak takabur,berbudi pekerti baik,peka terhadap penderitaan orang lain.
Memang jagoan-jagoan betawi ade juge nyang jahat yaitu jagoan-jagoan bayaran yang di sewa untuk membela tuan-tuan tanah dan penjajah belande,jagoan-jagoan ini doyan kekerasan biasanye di panggil Si tukang kepruk.
Jagoan-jagoan ini tidak lagi mempergunakan ilmu kesaktian dan bela dirinya untuk mencapai kesempurnaan spiritual sebagai manusia, tetapi sebaliknya disalahgunakan untuk mendapatkan kepuasan materi.

Misalnye dulu, pada zaman cultuur stelsel (tanam paksa), sebagian besar jago lebih suka berpihak kepada mesin sistem ekonomi kolonial atau tuan tanah ketimbang membela kaum lemah. Mereka menjadi tukang pukul untuk memaksakan kepentingan tuan tanah di wilayah particuliere landerijen (tanah-tanah partikulir) seperti di Tangerang, Ciomas, Bekasi, dan Cililitan.

di riwayatkan di tanah-tanah partikulir itu penindasan kaum tani lebih kasar dan keji dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa. Particuliere landerijen adalah tanah-tanah milik pribadi nyang sangat luas yang pemilik-pemiliknya dapat disebut tuan-tuan tanah yang mempunyai hak feodal para penyewa tanah mereka, termasuk hak istimewa untuk memungut pajak-pajak pribadi dan tugas-tugas kerja paksa yang berat. Pemerintah jajahan jarang campur tangan dalam urusan intern tanah-tanah milik itu, jadi memperbolehkan penyalahgunaan nyang melampaui batas untuk terus berlangsung tanpa ada usaha perbaikan.http://sahabatsilat.com/forum/index.php?topic=783.0

Hari-hari Akhir Si Pitung

oleh alwishahab

Betawi Oktober 1893. Rakyat Betawi di kampung-kampung tengah berkabung. Dari mulut ke mulut mereka mendengar si Pitung atau Bang Pitung meninggal dunia, setelah tertembak dalam pertarungan tidak seimbang dengan kompeni. Bagi warga Betawi, kematian si Pitung merupakan duka mendalam. Karena ia membela rakyat kecil yang mengalami penindasan pada masa penjajahan Belanda. Sebaliknya, bagi kompeni sebutan untuk pemerintah kolonial Belanda pada masa itu, dia dilukiskan sebagai penjahat, pengacau, perampok, dan entah apa lagi.

Jagoan kelahiran Rawa Belong, Jakarta Barat, ini telah membuat repot pemerintah kolonial di Batavia, termasuk gubernur jenderal. Karena Bang Pitung merupakan potensi ancaman keamanan dan ketertiban hingga berbagai macam strategi dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk menangkapnya hidup atau mati. Pokoknya Pitung ditetapkan sebagai orang yang kudu dicari dengan status penjahat kelas wahid di Betawi.

Bagaimana Belanda tidak gelisah, dalam melakukan aksinya membela rakyat kecil Bang Pitung berdiri di barisan depan. Kala itu Belanda memberlakukan kerja paksa terhadap pribumi termasuk ‘turun tikus’. Dalam gerakan ini rakyat dikerahkan membasmi tikus di sawah-sawah disamping belasan kerja paksa lainnya. Belum lagi blasting (pajak) yang sangat memberatkan petani oleh para tuan tanah.

Si Pitung, yang sudah bertahun-tahun menjadi incaran Belanda, berdasarkan cerita rakyat, mati setelah ditembak dengan peluru emas oleh schout van Hinne dalam suatu penggerebekan karena ada yang mengkhianati dengan memberi tahu tempat persembunyiannya. Ia ditembak dengan peluru emas oleh schout (setara Kapolres) van Hinne karena dikabarkan kebal dengan peluru biasa. Begitu takutnya penjajah terhadap Bang Pitung, sampai tempat ia dimakamkan dirahasiakan. Takut jago silat yang menjadi idola rakyat kecil ini akan menjadi pujaan.

Si Pitung, berdasarkan cerita rakyat (folklore) yang masih hidup di masyarakat Betawi, sejak kecil belajar mengaji di langgar (mushala) di kampung Rawa Belong. Dia, menurut istilah Betawi, ‘orang yang denger kate’. Dia juga ‘terang hati’, cakep menangkap pelajaran agama yang diberikan ustadznya, sampai mampu membaca (tilawat) Alquran. Selain belajar agama, dengan H Naipin, Pitung –seperti warga Betawi lainnya–, juga belajar ilmu silat. H Naipin, juga guru tarekat dan ahli maen pukulan.

Suatu ketika di usia remaja –sekitar 16-17 tahun, oleh ayahnya Pitung disuruh menjual kambing ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari kediamannya di Rawa Belong dia membawa lima ekor kambing naik gerobak. Ketika dagangannya habis dan hendak pulang, Pitung dibegal oleh beberapa penjahat pasar. Mulai saat itu, dia tidak berani pulang ke rumah. Dia tidur di langgar dan kadang-kadang di kediaman gurunya H Naipan. Ini sesuai dengan tekadnya tidak akan pulang sebelum berhasil menemukan hasil jualan kambing. Dia merasa bersalah kepada orangtuanya. Dengan tekadnya itu, dia makin memperdalam ilmu maen pukulan dan ilmu tarekat. Ilmu pukulannya bernama aliran syahbandar. Kemudian Pitung melakukan meditasi alias tapa dengan tahapan berpuasa 40 hari. Kemudian melakukan ngumbara atau perjalanan guna menguji ilmunya. Ngumbara dilakukan ke tempat-tempat yang ‘menyeramkan’ yang pasti akan berhadapan dengan begal.

Salah satu ilmu kesaktian yang dipelajari Bang Pitung disebut Rawa Rontek. Gabungan antara tarekat Islam dan jampe-jampe Betawi. Dengan menguasai ilmu ini Bang Pitung dapat menyerap energi lawan-lawannya. Seolah-olah lawan-lawannya itu tidak melihat keberadaan Bang Pitung. Karena itu dia digambarkan seolah-olah dapat menghilang. Menurut cerita rakyat, dengan ilmu kesaktian rawa rontek-nya itu, Bang Pitung tidak boleh menikah. Karena sampai hayatnya ketika ia tewas dalam menjelang usia 40 tahun Pitung masih tetap bujangan.

Si Pitung yang mendapat sebutan ‘Robinhood’ Betawi, sekalipun tidak sama dengan ‘Robinhood’ si jago panah dari hutan Sherwood, Inggris. Akan tetapi, setidaknya keduanya memiliki sifat yang sama: Selalu ingin membantu rakyat tertindas. Meskipun dari hasil rampokan terhadap kompeni dan para tuan tanah yang menindas rakyat kecil.

Sejauh ini, tokoh legendaris si Pitung dilukiskan sebagai pahlawan yang gagah. Pemuda bertubuh kuat dan keren, sehingga menimbulkan rasa sungkan setiap orang yang berhadapan dengannya. Dalam film Si Pitung yang diperankan oleh Dicky Zulkarnaen, ia juga dilukiskan sebagai pemuda yang gagah dan bertubuh kekar. Tapi, menurut Tanu Trh dalam ‘Intisari’ melukiskan berdasarkan penuturan ibunya dari cerita kakeknya, Pitung tidak sebesar dan segagah itu. ”Perawakannya kecil. Tampang si Pitung sama sekali tidak menarik perhatian khalayak. Sikapnya pun tidak seperti jagoan. Kulit wajahnya kehitam-hitaman, dengan ciri yang khas sepasang cambang panjang tipis, dengan ujung melingkar ke depan.”

Menurut Tanu Trh, ketika berkunjung ke rumah kakeknya berdasarkan penuturan ibunya, Pitung pernah digerebek oleh schout van Hinne. Setelah seluruh isi rumah diperiksa ternyata petinggi polisi Belanda ini tidak menemukan si Pitung. Setelah van Hinne pergi, barulah si Pitung secara tiba-tiba muncul setelah bersembunyi di dapur. Karena belasan kali berhasil meloloskan diri dari incaran Belanda, tidak heran kalau si Pitung diyakini banyak orang memiliki ilmu menghilang. ”Yang pasti,” kata ibu, seperti dituturkan Tanu Trh, ”dengan tubuhnya yang kecil Pitung sangat pandai menyembunyikan diri dan bisa menyelinap di sudut-sudut yang terlalu sempit bagi orang-orang lain.” Sedang kalau ia dapat membuat dirinya tidak tampak di mata orang, ada yang meyakini karena ia memiliki kesaksian ‘ilmu rontek’.

No comments:

Post a Comment

Cari